OJK Sebut Uang Pensiun Warga RI Kecil, Lahirkan Sandwich Generation
Banten, PaFI Indonesia — Sandwich Generation, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan kelemahan uang pensiun masyarakat Indonesia. Menurut mereka, uang pensiun masyarakat Indonesia tidak cukup membiayai kehidupan masa tua.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono karena itu menyebut banyak pensiunan yang pada akhirnya mengandalkan sang anak untuk bertahan hidup.
Ini dikenal dengan istilah sandwich generation, di mana seseorang harus menghidupi dirinya sendiri, anak, dan orang tuanya.
“Kita di Indonesia budayanya masih dilayani oleh anak-anaknya. Tinggal di (rumah) anaknya atau anaknya kasih sumbangan kepada orang tua. Istilahnya sandwich generation,” kata Ogi dalam Risk and Governance Summit 2024 di InterContinental, Jakarta Selatan, Selasa (26/11).
“Anak-anak itu menanggung orang tuanya, keluarganya sendiri, (dan) dirinya sendiri. Itu kebutuhannya makin besar, tapi tidak cukup dengan penghasilan yang diterima,” sambungnya.
Ogi mengatakan ini terjadi karena manfaat yang diterima pensiunan di Indonesia hanya 10 persen sampai 15 persen. Ini dibandingkan dengan penghasilan terakhir yang diterima saat masih bekerja.
Padahal, Ogi sering mengatakan standar manfaat pensiun yang seharusnya diterima itu mencapai 40 persen dari penghasilan terakhir. Ini sesuai dengan ketentuan International Labour Organization (ILO).
“Itu (manfaat pensiun di Indonesia yang kecil) jelas tidak mencukupi kebutuhan mereka untuk kebutuhan setelah pensiun. Meskipun pola pengeluaran pensiunan itu sudah signifikan berubah, tapi kebutuhan meningkat pada kesehatan, travelling, ibadah. Itu yang tinggi perubahannya,” tuturnya.
“Jadi, (ada) pergeseran pengeluaran dari pensiunan, tapi in total (manfaat dana pensiun) itu gak cukup,” imbuh Ogi.
Ogi lantas mengajak perusahaan yang bergerak dalam program dana pensiun (dapen) mesti kreatif. Ini termasuk dengan meluncurkan produk-produk baru.
Sementara itu, dari sudut pandang ekonomi makro, Ogi menuturkan bahwa industri dana pensiun dapat berperan sebagai investor institusional yang dapat mendorong perekonomian nasional melalui penyediaan sumber pembiayaan jangka panjang.
Ia mengatakan bahwa terdapat tiga tahap implementasi peta jalan dana pensiun tersebut. Tahap pertama adalah fase penguatan fondasi pada 2024-2025 dengan berfokus pada penguatan sumber daya manusia, perluasan akses melalui pemanfaatan teknologi, serta penerapan prinsip-prinsip pengelolaan dana pensiun yang baik.
Kemudian, tahap kedua adalah fase konsolidasi dan menciptakan momentum pada periode 2026-2027 yang berfokus pada konsolidasi penyelenggaraan program pensiun sukarela, penerapan investasi berdasarkan profil risiko peserta, serta pembangunan sistem terintegrasi mengenai kepesertaan pensiun nasional.
“Fase terakhir, yaitu end-state pada 2028 adalah fase penyesuaian dan pertumbuhan yang harapannya telah terbentuk ekosistem dana pensiun nasional yang lebih baik dengan adanya peningkatan replacement ratio, peningkatan kepesertaan sektor informal, serta tercapainya target densitas dana pensiun,” imbuh Ogi.